Pada malam lailatul qodar, warga Manding mengadakan tradisi malam selikuran atau malam ke dua puluh satu,. Acara ini dipimpin oleh Bapak kaum desa yaitu Bapak Siswadi yang berusia 55 tahun. Dimulai dengan memanjatkan doa-doa yang ditujukan atau dipersembahkan kepada leluhur, kepada yang sudah mendahului, memohon maaf kepada Allah SWT, mendoakan untuk keturunan-keturunan, seluruh umat, memohon keselamatan dunia dan akhirat serta sebagai wujud syukur atas berkah, karunia dan segala ridho Nya.
                 Keseluruhan dari doa-doa tersebut diucapkan dengan kyusuk, nada sholawatan dan bersama-sama. Tradisi ini sudah berlangsung dari tahun 1981 sebelum ada masjid atau masjid Baitussyakur ini dibangun. Masing-masing kepala keluarga yang hadir dalam malam selikuran membawa satu kotak kenduri yang berisi berbagai macam makanan, sayuran, lauk pauk dan kerupuk atau cemilan. Setelah seluruh rangkaian acara dan doa-doa malam selikuran selesai, makanan tersebut menjadi menu berbuka puasa bersama.Acara menjadi semakin ramah dan berbaur satu dengan lainnya, dengan seluruh umat yang berbuka puasa bersama di masjid. Ada remaja masjid, anak-anak TPA yang belajar mengaji dan ibu-ibu. Malam selikuran menjadi doa bersama untuk kebaikan semua serta membawa kebermanfaatan kepada seluruh umat manusia warga desa Manding dan sekitarnya.     

                


           Bermula dari keprihatinan seorang pemuda yang melihat banyak pengangguran di Desa Manding, yang mayoritas pekerjaannya adalah petani penggarap dengan lahan pertanian yang relatif sempit,akhirnya pemuda tersebut yang tak lain adalah PRAPTO SUDARMO bertekad untuk meningkatkan taraf hidup di desanya dan bercita-cita untuk bisa menciptakan lapangan pekerjaan, khususnya bagi para pemuda sebayanya.
           Kemudian beliau bertekad bulat untuk menimba ilmu tepatnya belajar proses pembuatan kerajinan kulit di tempat saudaranya di daerah Rotowijayan (sebelah barat alun-alun Jogyakarta),bertahun-tahun beliau belajar dengan tekun,serius. Setelah dirasa cukup pengetahuannya akhirnya beliau memutuskan pulang kedesanya untuk mengembangkan dan mengamalkan pengetahuannya, tak lupa beliau mengucapkan sangat berterimakasih kepada saudaranya yang telah mendidik dan memberikan ilmu tentang kerajinan kulit.
           Dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki pada tahun 1953, bapak PRAPTO SUDARMO memulai usahanya di kampung halamannya yaitu di desa Manding,Sabdodadi,Bantul. Dengan hanya dibantu beberapa orang karyawan mulai memproduksi kerajinan kulit berupa sepatu,tas,ikat pinggang hingga akhirnya berkembang pesat.
           Pada tahun 1960 usaha kerajinan kulit yang dirintisnya mengalami kemunduran hingga akhirnya ditutup,penyebab kemunduran usaha tersebut dikarenakan keadaan ekonomi dan politik dalam negeri yang kurang stabil,selain dari itu juga dikarenakan munculnya produk-produk tas yang terbuat dari bahan dasar plastik yang harganya jauh lebih rendah,serta kurangnya pengelolaan manajemen yang baik. Oleh karena keadaan tersebut diatas maka beliau memutuskan untuk beralih ke sektor pertanian dan toko kelontong.
           Seiring dengan membaiknya keadaan ekonomi dan politik dalam negeri, Pada tahun 1972 ,bapak PRAPTO SUDARMO membuka kembali usaha kerajinan kulitnya, yang pada waktu itu industri barang kerajinan dengan bahan dasar plastik mengalami kemunduran di pangsa pasar. Dibantu dengan 15 orang tenaga kerja dan berkat ketekunan,keuletan serta pengalaman ,usaha tersebut dirintis kembali dan berkembang pesat. Produksinya mulai dikenal di manca negara karena mutu dan kualitasnya dapat bersaing dengan produk luar. Para pemuda dan pemudi sekitarnya diajak bergabung untuk belajar kerajinan kulit,sehingga ilmu yang beliau miliki dapat ditularkan yang hal itu merupakan cita-cita awalnya. Lama kelamaan karyawan yang dimiliki lebih dari 50 orang, hingga orang-orang dari luar desa Manding banyak yang mencari pekerjaan di desa Manding, karena desa Manding sudah tersiar sebagai desa kerajinan yang tentu saja membutuhkan banyak tenaga kerja. Karyawan yang sudah mahir (cukup ilmunya) disarankan untuk membuka usaha sendiri, dengan diberikan bahan baku dan dipasarkan produknya sebelum mantan karyawan tersebut bisa memasarkan produknya,kalau sudah mampu memasarkan produksinya sendiri baru dilepas untuk mandiri.
           Atas pembinaan dari Dinas Koperasi Kabupaten Bantul ,yang pada waktu itu dibina oleh Bapak SYAHRONI, Bsc dan Ibu ZAENAB,Bsc, akhirnya dibentuk Koperasi EKOKAPTI yang diketuai oleh Bapak PRAPTO SUDARMO. Kemudian Tahun 1977 di desa Manding sudah ada beberapa Pengusaha Kecil dengan dikoordinir oleh Proyek Bimbingan Dan Pengembangan Industri Kecil ,para pengusaha di desa Manding memperoleh kepercayaan dari Bank yaitu berupa pemberian Kredit Usaha Kecil dan Kredit Modal Kerja Permanen. Pinjaman tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan proses produksi hingga proses pemasaran. Selain itu juga mendapat bantuan beberapa mesin jahit yang dapat dipergunakan untuk peningkatan produksi. Pada tahun ini beliau sudah mulai mengekspor produksinya ke luar negeri baik secara langsung maupun lewat pengekspor.
Seiring dengan bertambahnya karyawan yang bekerja di tempat bapak PRAPTO SUDARMO, dan sesuai dengan anjuran pemerintah maka para karyawan diikutkan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Untuk membantu peningkatkan usahanya sejak tahun 1977 usaha tersebut sudah memperoleh izin seperti HO, SIUP, TDP. Dan untuk membagikan ilmunya, pada waktu itu beliau sering dtundang sebagai narasumber dalam acara seminar atau pelatihan-pelatihan tenaga kerja baik di Jawa maupun Luar Jawa.
Berkat jerih payahnya mengembangkan usaha kerajinan kulit yang dapat menciptakan lapangan kerja di daerah Manding dan sekitarnya ,maka pada tahun 1986 Bapak PRAPTO SUDARMO pernah diundang ke Istana Negara sebagai pengrajin yang berhasil, pada masa kepemimpinan Bapak Presiden SOEHARTO.
Saat ini Desa Manding tanah kelahiran Bapak PRAPTO SUDARMO sudah menjadi Sentra Industri Kerajinan Kulit. Kini Bapak PRAPTO SUDARMO sudah berpulang ke ILAHI ROBBI, usahanya yang dirintisnya dilanjutkan putranya (PRIMA LEATHER yang berlokasi di kompleks pertokoan kerajinan kulit Desa Manding, sedangkan AMINDO terletak di Jalan Parangtritis Km. 10, sebelah timur perempatan Manding). Terimakasih atas segala usaha dan keikhlasanmu sehingga desa kami jadi seperti sekarang.

sumber:http://kerajinankulit-manding.blogspot.com/2011/09/sejarah-kerajinan-kulit-bantul.html


Sebagian orang pasti tidak banyak yang tahu bahwa di Yogyakarta terdapat satu desa yang para penghuninya adalah para pengrajin kerajinan yang berbahan dasar kulit hewan seperti sapi dan kambing. Di sepanjang jalan masuk menuju desa tersebut rata-rata rumah mereka di jadikan toko kerajinan kulit yang mereka buat.



Banyak Rumah-rumah di sepanjang jalan jadi Showroom kerajinan mereka. Desa pengrajin kulit tersebut berada di jalan Parangtritis km 11,5 Desa Manding RT.08/05,  Sabdodadi, Bantul dari arah kota jogja berada persis  di sebelah kanan.  Sebelum menuju pantai parangtritis biasanya banyak wisatawan lokal maupun luar yang mampir ke desa Manding ini. Ada banyak kerajinan yang ditawarkan di desa Manding ini diataranya adalah aksesoris, dompet, tas, sepatu, sandal, talipinggang ataupun jaket kulit.
Gapuro desa Manding ngambil pic dari jalanan desa Manding

Sebenarnya saat mengunjungi tempat ini saya tertarik dengan cerita sepupu saya, yang membeli sepatu dan sandal tapi sudah bertahun-tahun gak pernah rusak. Menurutnya sepatu dan tas tersebut asli dari kulit sapi, biarpun dipakai terus kok gak rusak-rusak, sementara dia sudah bosen pakainya hihihihihihi. Sebenarnya ia adalah seorang yang sangat susah mencari ukuran sepatu yang pas, buat wanita yang memiliki kaki gajah dengan ukuran 42 susah sekali mencari sepatu buat kerja atau sepatu pantovel. Di desa Manding inilah ia menemukan sepatu kerja dengan ukuran yang sesuai dengan kakinya. Belum lagi  di desa Manding ia juga bisa memesan model sesuai dengan selera yang ia inginkan. Harga yang ditawarkan juga relatif murah, sementara barangnya bisa awet sekali karena berbahan dasar kulit hewan seperti sapi dan kambing.


 
Tas-tas Berbahan Kulit
Menurut cerita yang saya dengar dari masyarakat setempat, ditahun 1974 desa Manding tersebut mulai membuat kerajinan kulit menjadi berbagai macam model. Awalnya kerajinan kulit ini dipelopori oleh 3 orang pemuda desa tersebut yaitu Prapto Sudarmo, Ratno Suharjo dan Wardi Utomo mereka membuat pakaian pelana kuda. Berawal dari kegiatan tersebut mereka mengembangkan usahanya menjadi berbagai macam kerajinan. Karena begitu pesatnya permintaan kerajinan mereka maka lambat laun masyarakat sekitarpun mengikuti jejak mereka.


Desa Manding menjadi salah satu tujuan para wisatawan saat ini, yang kebetulan sedang berwisata di Kota Jogja. Karena di daerah bantul ini ada beberapa lokasi wisata yang bisa kita kunjungin sekaligus seperti Kasongan, Gabusan, pantai Parangtritis ataupun pantai Parangkusumo. Berkunjung ke desa Manding sekalian bisa berbelanja oleh-oleh berbagai macam aksesoris, tas, dompet, sepatu, sandal, dan jaket. Gak  kalah  menurut saya dengan kerajinan kulit di Cibaduyut bandung hehehehehe.

Sumber : http://wisata.kompasiana.com
v
Desa Wisata Maanding menerima adanya kunjungan dari berbagai Instansi, baik itu kunjungan ke Showroom, Pengrajin, maupun ke kawasan rumah Adat Limasan. Sentra Industri dan Kerajinan Kulit Manding dikembangkan oleh masyarakat Manding dibawah pimpinan bapak Jumakir (CP : 087839824663) selaku ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Manding.
e-mail : dayualen@gmail.com


Redaksi


Kelompok KKN UNY 2066 tahun 2015